SEJARAH Wayang di Indonesia





wayang berasal dari kata wayangan
yaitu sumber ilham dalam menggambar wujud tokoh dan cerita
sehingga bisa tergambar jelas dalam batin si penggambar
karena sumber aslinya telah hilang
(yang ngilangin bukan saya, lhoo . . . :-) :-) )

di awalnya, wayang adalah bagian dari kegiatan religi animisme
menyembah 'hyang', itulah inti-nya
dilakukan antara lain di saat-saat panenan atau taneman
dalam bentuk upacara ruwatan, tingkeban, ataupun 'merti desa'
agar panen berhasil atau pun agar desa terhindar dari segala mala
(masih ingat lakon 'sudamala', kan?)

di tahun (898 - 910) M wayang sudah menjadi wayang purwa
namun tetap masih ditujukan untuk menyembah para sanghyang
seperti yang tertulis dalam prasasti balitung
sigaligi mawayang buat hyang, macarita bhima ya kumara
(terjemahan kasaran-nya kira-kira begini :
menggelar wayang untuk para hyang
menceritakan tentang bima sang kumara)

di jaman mataram hindu ini,
ramayana dari india berhasil dituliskan dalam bahasa jawa kuna (kawi)

pada masa raja darmawangsa, 996 - 1042 M
mahabharata yang berbahasa sansekerta delapan belas parwa
dirakit menjadi sembilan parwa bahasa jawa kuna

lalu arjuna wiwaha berhasil disusun oleh mpu kanwa
di masa raja erlangga

sampai di jaman kerajaan kediri dan raja jayabaya
mpu sedah mulai menyusun serat bharatayuda
yang lalu diselesaikan oleh mpu panuluh
tak puas dengan itu saja,
mpu panuluh lalu menyusun serat hariwangsa
dan kemudian serat gatutkacasraya

menurut serat centhini,
sang jayabaya lah yang memerintahkan menuliskan ke rontal
(daun lontar, disusun seperti kerai, disatukan dengan tali)
di jaman awal majapahit wayang digambar di kertas jawi
(saya juga tidak tahu, apa arti 'kertas jawi' ini )
dan sudah dilengkapi dengan berbagai hiasan pakaian

masa-masa awal abad sepuluh
bisa kita sebut sebagai globalisasi tahap satu ke tanah jawa
kepercayaan animisme mulai digeser oleh pengaruh agama hindu
yang membuat 'naik'-nya pamor tokoh 'dewa'
yang kini 'ditempatkan' berada di atas 'hyang'

abad duabelas sampai abad limabelas
adalah masa 'sekularisasi' wayang tahap satu
dengan mulai disusunnya berbagai mithos
yang mengagungkan para raja sebagai keturunan langsung para dewa

abad limabelas adalah dimulainya globalisasi jawa tahap dua
kini pengaruh budaya islam yang mulai meresap tanpa terasa
dan pada awal abad keenambelas berdirilah kerajaan demak
( 1500 - 1550 M )

ternyata banyak kaidah wayang yang berbenturan dengan ajaran islam
maka raden patah memerintahkan mengubah beberapa aturan wayang
yang segera dilaksanakan oleh para wali secara gotongroyong
wayang beber karya prabangkara (jaman majapahit) segera direka-ulang
dibuat dari kulit kerbau yang ditipiskan
(di wilayah kerajaan demak masa itu,
sapi tidak boleh dipotong
untuk menghormati penganut hindu yang masih banyak
agar tidak terjadi kerusuhan berthema sara . . . )
gambar dibuat menyamping, tangan dipanjangkan,
digapit dengan penguat tanduk kerbau, dan disimping

sunan bonang menyusun struktur dramatika-nya
sunan prawata menambahkan tokoh raksasa dan kera
dan juga menambahkan beberapa skenario cerita
raden patah menambahkan tokoh gajah dan wayang prampogan
sunan kalijaga mengubah sarana pertunjukan yang awalnya dari kayu
kini terdiri dari batang pisang, blencong, kotak wayang, dan gunungan
sunan kudus kebagian tugas men-dalang
'suluk' masih tetap dipertahankan,
dan ditambah dengan greget saut dan adha-adha

pada masa sultan trenggana
bentuk wayang semakin dipermanis lagi
mata, mulut, dan telinga mulai ditatahkan
(tadinya hanya digambarkan di kulit kerbau tipis)

susuhunan ratu tunggal, pengganti sultan trenggana, tidak mau kalah
dia ciptakan model mata liyepan dan thelengan
(joan crawford pun mestinya bayar royalti pada dia, nih !)
selain wayang purwa sang ratu juga memunculkan wayang gedhog
yang hanya digelar di lingkungan dalam keraton saja
sementara untuk konsumsi rakyat jelata
sunan bonang menyusun wayang damarwulan

jaman kerajaan pajang memberikan ciri khas baru
wayang gedhog dan wayang kulit mulai ditatah tiga dimensi
(mulai ada lekukan pada tatahan)
bentuk wayang semakin ditata :
raja dan ratu memakai mahkota/topong
rambut para satria mulai ditata, memakai praba
dan juga mulai ditambahkan celana dan kain
di jaman ini pula lah sunan kudus memperkenalkan wayang golek dari kayu
sedang sunan kalijaga menyusun wayang topeng dari kisah-kisah wayang gedog
dengan demikian wayang gedog pun sudah mulai memasyarakat di luar keraton

di masa mataram islam wayang semakin berkembang
panembahan senapati menambahkan berbagai tokoh burung dan hewan hutan
dan rambut wayang ditatah semakin halus

sultan agung anyakrawati menambahkan unsur gerak pada wayang kulit
pundak, siku, dan pergelangan wayang mulai diberi sendi
posisi tangan berbentuk 'nyempurit'
dengan adanya inovasi ini muncul pula tokoh baru :
cakil, tokoh raksasa bertubuh ramping yang sangat gesit dan cekatan

sultan agung anyakrakusuma, pengganti beliau, ikut menyumbang
bentuk mata semakin diperbanyak
dan pada beberapa tokoh dibuat beberapa wanda (bentuk)
setelah semua selesai dilaksanakan, diciptakan seorang tokoh baru
raksasa berambut merah bertaji seperti kuku
yang akhirnya disebut 'buta prapatan' atau 'buta rambutgeni'
(catatan hms :
mungkinkah ini ada kaitannya
dengan berdirinya voc di tahun 1602 ? )

berbagai inovasi dan reka-ulang wayang masih terus berlangsung
dari jaman mataram islam sampai jaman sekarang
a.l. dengan munculnya ide-ide 'nyeleneh' para dhalang
berbagai peralatan elektronis mulai ikut berperan
dalam tata panggung maupun perangkat gamelan
begitu pula dalam hal tata pakaian yang dikenakan
oleh ki dhalang, pesinden, maupun para juru karawitan



dalam hal skenario-nya pun senantiasa ada pergeseran
sehingga kini sudah semakin sulit dihakimi
mana yang cerita 'pakem' dan mana 'carangan'
(cerita tentang asal-usul semar, misalnya,
ada beberapa versi yang semuanya layak untuk dipelajari )
tapi siapa sih yang bisa disebut 'berwenang menghakimi' ?

walau demikian, garis besar struktur dramatika-nya agaknya relatif tetap
pathet nem, pathet sanga, lalu pathet manyura
relatif standar dan tetap
seperti juga mengenai inti filsafatnya sendiri :
wayang adalah perlambang kehidupan kita sehari-hari

di sunting dari : Cerita Wayang
Category: 0 comments

0 comments:

Post a Comment